Percaya, berbunga dalam jiwa tenang (nafs mutmainah), berbuah kemanfaatan bagi sesama
Percaya dan mempercayai ( iman dan tashdiq ) karena sebuah praktek langsung atau pengalaman, yang di bawa dalam sebuah perenungan ( tafakur/kontemplasi/meditasi ), seperti layaknya tumbuhan yang berbunga dan kemudian berbuah, inilah sebuah kesadaran diri, inilah sebuah kebermanfaatan – Rahamatan Lil Alamin – bagi diri sendiri dan penjuru alam semesta.
Percaya, matang dalam kontemplasi / perenungan, dan mekar
dengan keindahan. Tidaklah matang Percaya dan Mempercayai dalam sekedar hapalan
ayat dan doa, dan layulah Kepercayaan itu dalam perdebatan.
Pandai-pandailah merawat kesadaran diri, mematangkan kesadaran
sampai pada kesadaran jiwa dan memekarkan kesadaran sampai mpada kesadaran
spiritual, “Kepercayaan”, Wahai Sang Pecinta Penempuh Jalan Cinta, supaya
tidaklah sia-sia kita dalam melakukan ritual duniawi ( ber-agama ) selama kaki
kita masih menginjak tanah, selama jiwa kita masih berada dalam tubuh fisik dan
hidup di dimensi ini.
Apa yang kita lakukan kemaren dan saat ini ataupun besok
dalam Kepercayaan serta ketenangan jiwa akan menjaga fokus langkah langkah kaki
serta hidup baik di bumi dan kelak ketika jiwa masih tetap hidup, di kehidupan
setelah di dimensi ini.
Roda kehidupan terus berputar, sekarang kita hidup di
dimensi ini, nanti/besok kita pindah ke dimensi yang lain, saat ini kita hidup
dengan ruh serta jiwa dan pikiran ( fisik ), nanti fisik kita akan hilang –
meninggalkan ruh dan jiwa, setelahnya kita berharap dan terus berusaha dalam
kepercayaan ( iman/tashdiq) serta
ketenangan jiwa mulai saat ini agar bisa kembali sepenuhnya ( inalillahi wa
inailahi rojiun ) ke dimensi cinta – tempat jiwa kita menghilang – melebur
dalam samudera Maha Cinta.
Kehidupan ruh-jiwa-pikiran-fisik di bumi ini hanya sementara, janganlah diartikan juga hanya sebatas jiwa lepas dari fisik alias kematian fisik, tapi, artikanlah, bandingkanlah dengan saat kita menatap Cahaya-Nya dengan bashirah / mata hati, bumi ini bagaikan temaram kerlip kunang-kunang dibandingkan dengan terangnya cahaya matahari.
Ketika “Amigdala” terkena sentuhan energi cahaya spiritual
yang berasal dari bagian RUH - Percikan Cahaya Tuhan yang ada di dalam diri
kita, maka sistem kesadaran diri dan “Kepercayaan” kita akan tumbuh dan
berkembang, dimulai dari akal yang tersinari oleh cahaya suci itu sehingga
tercerahkan lah sang akal pikiran ini.
Baca juga artikel :
Kesadaran
Diri Jalan Menuju Tuhan
Maka Terjadilah Pencerahan Akal/logika – Mungkin ini yang
dimaksud seorang master, yang tertulis dalam kitabnya : Al Hikam pasal 45 : Syu'aa
'ul-bashirah - cahaya akal
Seorang Pecinta yang mendapatkan Pencerahan Akal/Logika Cahaya
dan bisa menggunakan Akalnya dengan tepat akan terus merasakan adanya
eksistensi dirinya dan kedekatan kepada Tuhan – Sang Maha Cinta
Kemudian setelah itu hadirlah juga Pencerahan Jiwa – Cahaya
Ilmu / Ainul-bashirah ( Al Hikam – pasal 45 ), maka muncullah kesejatian cahaya
ilmu.
Sedangkan orang-orang yang menggunakan Cahaya Ilmu akan
merasakan eksistensi dirinya tidak ada, dan yang ada hanya Tuhan – Sang Sumber
Segala Cinta
Dan yang diimpikan serta diharapkan dan diusahakan hadir, inilah hadiah dari Alam, pemandu sorak dalam semesta percintaan suci, antara jiwa dan sumber jiwa, antara kunang-kunang dan matahari. Inilah :
Pencerahan Spiritual - yaitu munculnya Percikan Cahaya Tuhan, Divine Light , Cahaya Suci.
( Apakah ini yang disebut sebagai Haqqul-bashirah dalam
Al Hikam pasal 45 ? )
Seseorang pecinta yang sudah mencapai tingkatan kesadaran
diri ( dalam hal ini disebut sebagai kesadaran spiritual - klik link ini untuk membaca lebih lanjut
tentang kesadaran diri di level kesadaran spiritual : Kehadiran
Tuhan Dalam Diri Manusia ) yang tersambung pada Cahaya Tuhan, sesungguhnya
ia hanya melihat kepada Tuhan dan tidak melihat apapun di samping-Nya. Bukannya
mereka tidak melihat adanya alam sekitarnya, tetapi karena alam sekitarnya itu
hakikatnya adalah Tuhan, alam itu tidak berdiri sendiri, tetapi selalu tunduk
dan butuh kepada Tuhan, maka adanya alam ini tidak menarik perhatian mereka
yang sudah tercerahkan pada level ini, karena itu mereka menganggap alam
semesta dan kekayaan di dalamnya bagaikan manifestasi dari Tuhan itu sendiri.
Karena cahaya Tuhan ini ada pada setiap hal, tiap mahluk, tiap kejadian,
semuanya…
Dalam tradisi Vedanta dinyatakan, bahwa semua kenikmatan
panca indera manusia tak lebih dari seperenambalas dari Brahma Bhava /
Kebahagiaan karena mengalami Keabadian dalam kehidupan.
Baca juga artikel :
Kesadaran
Diri – Hidup Adalah Permainan Energi
Mari sama sama berdoa dan berharap, mengarahkan pikiran
dalam fokus jiwa tenang, terjaga, bertumbuh dan mekarlah kepercayaan kita
dengan baik dan tepat.
Kesadaran Diri Kita hidup dari cahaya itu, bisa
tumbuh karena disinari cahaya itu, bisa berkembang juga karena disinari cahaya
itu, dan berbuah ya karena cahaya itu, buah inilah yang menjadi manfaat bagi diri
sendiri, dan sekitarnya, mungkin bagi saya inilah makna dari Rahmatan Lil Alamin.
Bagaimana kalau menurut anda?
Terlantun dari saya penghormatan
bagi Sang Master Idola,
Allahumma sholli wa sallim wa barik ‘ala sayyidina
Muhammadin Nuridzati Wa Siri Saari fi Saairil asmaai wa shifaati wa ‘ala aalihi
wa sohbihi wa sallim.
Ya Allah curahkanlah rahmat keselamatan dan berkah pada
junjungan kami Nabi Muhammad saw yang merupakan cahaya Dzat (Allah) dan
merupakan rahasia yang mengalir pada seluruh nama serta sifat, dan curahkan
pula salam sejahtera, berkah atas keluarganya juga kepada para sahabatnya.
( Sholawat Nuridzat )
0 comments:
Posting Komentar